Tintarakyat.Com – Beberapa waktu yang lalu, Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani (Puan) mengungkapkan bahwa terdapat 10 nama yang masuk dalam radar calon wakil presiden (cawapres) pendamping Ganjar Pranowo. Salah satunya, Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), juga masuk dalam radar PDIP. Pernyataan ini disampaikan oleh Puan dalam konferensi pers setelah agenda kedua dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ketiga PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, pada Selasa (6/6/2023).
Tanggapan PD terhadap masuknya nama AHY dalam radar PDIP sebagai cawapres Ganjar Pranowo pun datang. Deputi Balitbang PD, Syahrial Nasution, dengan tegas menyatakan bahwa partainya tetap mendukung Anies Rasyid Baswedan (ARB) dalam Pilpres 2024. Namun, Syahrial mengapresiasi pernyataan Puan sebagai sebuah kejutan dan kabar baik. Pernyataan Puan diyakini telah melalui proses diskusi dan pertimbangan yang matang sebelum diumumkan oleh PDIP kepada publik.
Pada tanggal 11 Juni 2023, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bertemu dengan Sekjen PD, Teuku Riefky Harsya, di sebuah rumah makan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas berbagai hal, termasuk sistem pemilu dan rencana pertemuan antara Puan dan AHY. Pertemuan pendahuluan kedua sekjen partai ini menjadi awal bagi pertemuan antara Puan dan AHY, yang merupakan putri dan putra mahkota serta pemilik partai yang pernah berkuasa dan tinggal di Istana Negara.
Dengan inisiasi dan fasilitasi dari kedua sekjen partai, akhirnya Puan dan AHY bertemu sambil menikmati bubur ayam di Plataran Hutan Kota Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, pada Minggu (18/6/2023), setelah berolahraga pagi. Puan memulai paginya dari Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta, sementara AHY berjalan pagi dari Sudirman-Thamrin, Jakarta. Puan mengenakan pakaian hitam, sedangkan AHY mengenakan pakaian biru gelap.
Dalam pertemuan tersebut, Puan menyatakan bahwa PDIP berencana untuk membangun komunikasi yang lebih intensif dengan para elite politik. Mereka memiliki keinginan bersama untuk membangun bangsa dan negara. Puan berharap bahwa Pemilu 2024 akan berlangsung secara damai dan gembira, serta mampu membuktikan bahwa pesta demokrasi adalah pesta bagi seluruh rakyat Indonesia. Puan juga mengungkapkan bahwa AHY berkeinginan untuk menjalin hubungan yang lebih harmonis antara PD dan PDIP. Keduanya sepakat untuk memulai hubungan “kakak-adik”
dan berencana untuk bertemu kembali di masa depan.
Sementara itu, AHY menyatakan bahwa pertemuan tersebut merupakan salah satu agenda politik yang membahas isu kenegaraan dan dinamika politik bersama PDIP. Pertemuan tersebut bukanlah sekadar gimik politik, tetapi juga sesuatu yang penting dan substansial. AHY menekankan bahwa PD dan PDIP memiliki sejarah yang sama dalam politik Indonesia, baik sebagai partai penguasa maupun partai oposisi.
Meskipun diakui sebagai pertemuan politik yang diiringi makan bubur ayam, sebenarnya tidak ada hal baru atau strategis yang dibahas oleh Puan dan AHY. Komitmen untuk menjadikan Pemilu damai dan menggembirakan seharusnya menjadi kewajiban bagi semua peserta Pemilu. Namun, pertemuan ini menarik perhatian karena dua hari sebelumnya, pada Jumat (16/6/2023), kubu AHY dari PD baru saja meluncurkan aksi “Demokrat Berdarah” di Kantor DPP PD, Jakarta. Aksi tersebut melibatkan pembubuhan cap jempol darah dan tanda tangan pada kain putih oleh pengurus, kader, dan simpatisan PD sebagai deklarasi kesetiaan kepada AHY dalam melawan upaya hukum PK Moeldoko di Mahkamah Agung.
Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, pertemuan antara Puan dan AHY merupakan pertemuan biasa yang tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Pertemuan ini menjadi luar biasa bagi kubu AHY di tengah polemik di Partai Demokrat. Kubu AHY justru mendapatkan keuntungan besar di tengah kegalauan akibat PK Moeldoko di MA. Pertemuan ini menjadi bukti bahwa PDIP dan Jokowi tidak terlibat dalam polemik di Partai Demokrat.
Kedua, kepiawaian Puan terbukti dengan berhasil “memancing” AHY yang hingga saat ini belum mendapatkan kepastian dari ARB. Ancaman evaluasi dukungan dari kubu AHY terhadap ARB jika calon wakil presiden tidak ditetapkan hingga akhir Juni 2023 merupakan isyarat bahwa KPP saat ini terancam bubar. Jika KPP akhirnya bubar, hal tersebut bukan disebabkan oleh pengaruh pihak luar, melainkan karena kerapuhan ikatan “piagam deklarasi” KPP itu sendiri.
Ketiga, pertemuan putri dan putra mahkota yang merupakan pemilik partai sama sekali tidak membahas materi kebutuhan dan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Puan dan AHY hanya sedang bersikap romantis sebagai sesama putri dan putra dari orangtua yang pernah bekerja sama dalam istana. Jika ada kesepakatan kerjasama politik antara kedua partai tersebut, pasti hanya terkait dengan kepentingan kekuasa
an kedua keluarga besar mereka, bukan kepentingan rakyat.
Keempat, klaim mengenai pentingnya pertemuan antara Puan dan AHY yang sangat dinantikan oleh banyak pihak tidak terbukti. Publik tidak terlalu peduli dengan pertemuan tersebut karena tidak mendapatkan informasi penting dan bermanfaat. Pertemuan yang melibatkan petinggi kedua partai hanya merupakan reuni antara kakak dan adik kelas. Publik justru menilai bahwa pertemuan antara Puan dan AHY adalah bukti bahwa semua partai politik lebih mementingkan kepentingan pragmatis dan oportunis.
Pengakuan AHY mengenai adanya pertikaian politik antara PDIP dan PD selama dua dekade lebih memperkuat keyakinan publik bahwa pertemuan tersebut hanya untuk kepentingan politik keluarga besar Megawati dan SBY.
Kelima, diharapkan bahwa pertemuan lanjutan antara Puan dan AHY akan membahas masalah-masalah penting seperti pemberantasan politik uang dan politisasi identitas berbasis SARA, serta mengatasi eksploitasi ikatan-ikatan primordial dalam Pemilu 2024. Puan harus membantu AHY agar tetap bertahan dalam KPP, sehingga KPP dapat terus mengajukan pasangan calon di Pilpres 2024.
Kornas akan terus berjuang dan bergerak untuk kemajuan peradaban politik bangsa Indonesia. Peran dan partisipasi rakyat harus semakin ditingkatkan. Partai politik sebagai lembaga yang dimiliki oleh publik harus selalu diingatkan bahwa kekuasaan tertinggi dalam demokrasi berada di tangan rakyat. Oleh karena itu, kekuasaan eksklusif dan “perasaan kepemilikan pribadi dan keluarga” dalam partai politik harus dihentikan.
(Sutrisno Pangaribuan: Presidium Kongres Rakyat Nasional). (Hsn)
Komentar