Tinta Rakyat – “Jang,” kata Ajo Karanggo seketika.
“Ya.”
“Kalau usaha itu berupa kelompok masyarakat, berapa besaran dananya?”
“Dua puluh lima sampai lima puluh juta rupiah!”
“Bagaimana cara warga mendapatkan dana itu Jang?”
“Ajukan proposal.”
“Lalu?”
“Dibentuk tim guna menganalisa dahulu kelayakan usahanya, dan meninjau kelayakan usahanya ke lapangan.”
“Setelah layak dan benar adanya, bagaimana Jang?”
“Dananya ditransfer ke rekening pengurus kelompok.”
“O, begitu.”
“Ya. Selain itu…:
“Apa Jang?”
“Dana BumNag juga untuk penyediaan lapangan kerja sekaligus peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan lahan pekarangan dengan penanaman ubi kayu.”
“Bagaimana caranya?”
“Disesuaikan dengan aturan yang berlaku, bibit ubi kayu dibeli dari DAUN.”
“Lalu?”
“Sekurang-kurangnya lima pemuda korong yang menganggur diberi upah menanamnya.”
“Di mana ubi kayu itu ditanam?”
“Di lahan pekarangan rumah milik masyarakat yang kosong tetapi masih banyak humus tanahnya. Selanjutnya, setelah ditanam diminta masyarakat pemilik lahan untuk merawat dan memupuknya sehingga ubi kayu tumbuh dengan baik. Enam sampai sembilan bulan kemudian dipanen, dijual kepada BumNag. Uangnya dibagi-bagi, lima puluh persen untuk pemilik lahan, dua puluh lima persen untuk PKK korong dan dua puluh lima persen lagi untuk PKK nagari.”
“Jadi kegiatannya dilaksanakan secara kolaborasi antara PKK nagari dengan masyarakat pemilik lahan?”
“Ya. Selanjutnya BumNag bersama PKK nagari mengolahnya menjadi makanan ringan, lalu dijual ke pasar. Setelah terjual, laba bersihnya dibagi dua oleh BumNag dan PKK Nagari.”
“O, begitu. Misi lainnya apa Jang?”
“Meningkatnya fungsi mamak adat dan mamak syarak sebagai pengayom dan pelindung sanak kemenakan dalam nagari. Itu termasuk tugas fokok dan fungsi atau Tupoksi Badan Musyawarah Adat dan Syarak Nagari atau BMASN.”
“Jadi Ujang sebagai Wali Nagari melaksanakan program kerja bekerja sama dengan pengurus BMASN?”
“Ya. BMASN lembaga mitra Pemerintah Nagari, harus diberdayakan dengan penyediaan anggaran sehingga dapat bersidang sekurang-kurangnya tujuh kali dalam setahun.”
“Untuk apa BMASN bersidang?”
“Merumuskan kebijakan yang bertujuan mengayomi dan melindungi sanak kemenakan dari dampak…”
“Apa Jang?” sela Aciak Kijun.
“Dari dampak negatif globalisasi dan modernisasi baik yang datang dari dalam mau pun yang datang dari luar nagari.”
“Termasuk yang datang dari negara tetangga atau negara sahabat kita Jang?” sela Ajo Kiri yang duduk palanta dekat TV.
“Ya.”
“Kenapa?” tanya Ajo Kiri.
“Adat itu kan salingka nagari.”
“Maksud Jo Kiri, adat itu berlaku hanya di nagari itu saja?” tukas Yuang Kubu.
“Ya. Selanjutnya, dibuat Peraturan Nagari tentang pemberian Sangsi Adat dan Agama Bagi Pelanggar Penyakit Masyarakat atau Pekat. Contohnya Narkoba, judi, miras, pelacuran, sumbang kata, sumbang gaul, sumbang busana, dan porno aksi.”
“Sumbang kata itu apa Jang?”
“Berkata tidak pantas…”
“Maksud Ujang, tidak tahu dengan kato nan ampek?”
“Ya!”
“Berarti tidak menganga dahulu mulutnya sebelum berbicara?”
“Ya!”
“Kalau sumbang gaul, apa Jang?”
“Pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan remaja yang sudah akil balig dan menstruasi tetapi tidak sebapak dan seibu…”
“Apa penyebabnya Jang?”
“Modernisasi pendidikan oleh pemerintahan kolonial Belanda sehingga murid lelaki satu lokal dengan murid perempuan. Kalau di pesantren mereka belajar terpisah…”
“Kalau begitu, sesuai adat Timur yang santun dan agama berketuhanan yang tauhid, pendidikan pola pesantren lebih pas untuk anak-anak Nagari kita?”
“Ya!”
“Baik. Kalau sumbang busana, apa maksudnya Jang?”
“Berpakaian sangat ketat sehingga tertonjol aurat!”
“Itu akibat apa Jang?”
“Akibat globalisasi dan modernisasi yang ditiup orang Barat…”
“Maksud Ujang, gaya hidup dan perilaku mereka?”
“Ya!”
“Bagaimana gaya hidup dan perilaku mereka?”
“Menjunjung tinggi kebebasan berekpresi, bersikap dan berbicara. Buktinya, hidup bersama tanpa nikah, berpakaian menampakkan aurat, dan berbicara tanpa tenggang rasa!”
“Apa sangsi bagi pelanggarnya?” tukas dan tanya Ajo Jadi.
“Kapalo mudo korong dan labai korong dilarang mengurus alek baik dan alek buruk keluarga pelanggar Pekat! Alek baik contohnya melaksanakan pesta nikah. Alek buruk contohnya meninggal dunia urus sendiri mayatnya mulai dari memandikan hingga penguburannya…”
“Masih ada misi yang lain Jang?” tukas Ajo Kenek.
“Masih!”
“Sampaikanlah!”
“Meningkatnya ketahanan budaya anak nagari melalui pembatasan penggunaan teknologi informatika. Sebab globalisasi dan modernisasi berdampak negatif terhadap kehidupan kita baik sebagai anggota masyarakat maupun bangsa dan negara…”
“Apa contohnya?” tukas Ajo Fuddin.
“Anak-anak dan remaja sekarang bukan saja kurang peka kepada lingkungannya, juga kurang santun terhadap orang tua sendiri termasuk orang lain yang sebaya ayah-ibunya…”
“Apa buktinya?” tukas Ajo Karanggo pula.
“Mereka cuek terhadap lingkungan karena asyik berteknologi informatika. Orang tua sekarang umumnya banyak yang ketinggalan zaman karena tidak menguasai teknologi informasi melalui Laptop dan HP Android. Ketika orang tua minta tolong, iyanya cepat tetapi pelaksanaannya tunggu ke tunggu. Ketika melaksanakan bantuan, anak menyatakan bodoh benar kita jadi orang karena yang sepele ini tidak bisa!”
“O itu yang dimaksud dengan krisis akhlak?”
“Ya. Berakhlak yang baik adalah sebagian dari jati diri bangsa kita yang beradat Timur yang santun dan beragama berketuhanan yang tauhid!”
“Jadi, apa rencana Ujang?” tukas Ajo Kenek.
“Apabila terpilih sebagai Wali Nagari, membawa Nagari Punggung Berpasir yang aman dan sejahtera, berakhlak mulia masyarakatnya serta memiliki ketahanan budaya seperti atol…”
“Seperti atol yang tidak goyah budayanya walau silih berganti dibujuk rayu berbagai kemudahan dan keenakan yang ditawarkan globalisasi dan modernisasi melalui teknologi informasi. Begitu?” tukas sekaligus ulas Ajo Kenek.
“Ya!”
Orang banyak pun spontan bertepuk tangan.
Tepuk tangan berhenti setelah Ajo Kenek menurunkan telapak tangan kanannya tiga kali ke bawah.
“Baik. Bapak-Bapak dan Saudara-Saudara, apa sudah paham dengan visi, misi dan program Ujang Balon wali nagari dari korong kita?” kata Ajo Kenek.
“Sudah!” jawab sebagian banyak yang hadir serentak.
“Baik. Kita minta Ujang menyempurnakan visi, misi dan programnya sebagai Balon Wali Nagari. Mari kita dukung Ujang dengan tulus dan ikhlas. Khusus kelima urang sumando Korong Jambak Tanjung yang hadir, tolong sosialisasikan si Ujang. Terima kasih atas perhatian semuanya. Mohon maaf atas kekurangannya. Assalamualaikum!”
“Waalaikummusalam!” tukas mereka kembali serentak.
Bujang Salamaik segera berdiri, lalu melangkah dan menyalami orang-orang yang mau meninggalkan Warung Kopi Aciak Kijun, kemudian bergantian menyalami Ajo Kenek, Ajo Fuddin dan Yuang Kubu. (bersambung)
Komentar