Tinta Rakyat – BANYAK pihak dan kalangan mengakui, bahwa kehidupan masyarakat Minangkabau sebelum dan setelah berdirinya NKRI berpedoman kepada adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK), dan syarak mangato adaik mamakai (SMAM).
Sebagai penerapan dari ABS-SBK dan SMAM ini, dikenal mamangan adat yang menyatakan bahwa keponakan (lelaki dan perempuan) barajo (patuh) kepada mamak, mamak barajo kepada penghulu, penghulu barajo kepada yang Benar, yang Benar berdiri dengan sendirinya. Dengan demikian, sesuai nilai-nilai ABS-SBK dam SMAM, yang jadi pemimpin di Minangkabau adalah lelaki bukan perempuan.
Nagari adalah nama lain dari Desa. Pemimpinnya (Kepala Desa/Wali Nagari) sejak bergulirnya reformasi di NKRI, dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu.
Pada zaman kolonial, Nagari di kawasan budaya Minangkabau adalah “republik kecil” yang otonom. Pemimpinnya (Angku Palo/Wali Nagari) bukan ditentukan oleh orang banyak (sanak-kemenakan), tetapi hasil musyawarah-mupakat pemuka masyarakat yang disebut tiga tungku sejarangan (penghulu, ulama, dan cerdik pandai).
Sejak bergulirnya reformasi, sebagaimana presiden, gubernur, bupati dan walikota, wali nagari dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu. Di Provinsi Sumatera Barat pemilihan Wali Nagari dikenal dengan Pilwana. Di Pulau Jawa, Pemilihan Kepala Desa dikenal dengan Pilkades.
Pemilihan pemimpin secara langsung dikenal adanya dalam demokrasi liberal. Negara dengan demokrasi liberal ini sudah mengglobal sekaligus sebagai salah satu penanda telah terjadi modernisasi suatu bangsa dan negara.
Demokrasi liberal berseberangan dengan demokrasi Minangkabau, yang memilih pemimpin secara musyawarah-mupakat.
Akibatnya, bisa jadi Pemerintah Nagari (Wali Nagari) dipimpin perempuan. Jika sudah demikian urang Minangkabau mengalami krisis jati diri (budaya) akibat adanya modernisasi, globalisasi dan liberalisasi.
Rafendi Sanjaya (66 tahun) mantan wartawan Haluan dan pensiunan ASN Pemkab. Padang Pariaman menulisnya mulai hari ini secara bersambung untuk Anda pembaca yang budiman. Selamat mengikuti. (Red.)
Komentar