Oleh : Anesa Satria,SH.MM.
Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) merupakan jenis Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Nagari, melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Nagari yang dipisahkan.
Penyertaan modal tersebut bisa digunakan untuk mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya. Yang bermanfaat untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat Nagari.
Pada dasarnya BUMNag merupakan suatu Badan Usaha, sama halnya dengan Badan Usaha lain yang kita kenal seperti PT atau CV. Hanya saja, BUMNag dimiliki oleh sebuah Nagari. Oleh karena itu, BUMNag memiliki kedudukan yang sama sebagai wajib pajak yang berbentuk badan usaha.
Ketentuan Pajak BUMNag.
BUMNag merupakan entitas berbentuk Badan Usaha yang dibentuk dari kekayaan atau harta Nagari yang dipisahkan seperti halnya dengan BUMN dan BUMD. Dengan demikian, pengenaan pajak untuk BUMNag sama dengan pajak Badan Usaha secara umum.
Perlu diketahui, bahwa pajak harus memenuhi dua unsur yakni subjek pajak dan objek pajak. Subjek pajak yang dimaksud adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha seperti Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, BUMN, BUMD, BUMNag, Firma dan lain sebagainya.
Sedangkan objek pajak yang dimaksud adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Baik penerimaan yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Hingga saat ini, belum ada peraturan yang menyatakan bahwa BUMNag harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sehingga tidak ada kewajiban bagi BUMnag untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan yang didapat. Namun, untuk beberapa BUMNag yang dalam menjalankan usahanya perlu melakukan legalitas yang membutuhkan NPWP, maka BUMNag tersebut dapat menjadi Wajib Pajak.
Jenis Pajak BUMNag.
Dalam hal pengenaan pajak untuk BUMNag, jenis pajak Badan Usaha yang harus dibayarkan adalah PPh pasal 21, PPh pasal 23 dan PPh Pasal 4 Ayat (2), serta PPN apabila BUMNag sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Rincian dari pajak tersebut adalah :
1. PPh pasal 21.
PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya atas pekerjaan, jasa atau kegiatan lain dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak. Pajak ini harus dibayarkan secara rutin tiap bulannya.
2. PPh pasal 23.
PPh pasal 23 merupakan pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong oleh PPh Pasal 21. Ini adalah pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak saat transaksi, yang meliputi transaksi dividen (pembagian keuntungan saham), royalti, bunga, hadiah dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain tanah atau transfer bangunan atau jasa. Pihak yang menerima penghasilan akan dikenakan PPh 23.
3. PPh Pasal 4 Ayat (2).
PPh Pasal 4 Ayat (2) atau Final adalah pajak yang dikenakan kepada Badan, dengan nilai peredaran bruto maksimal Rp. 4,8 Miliar. PPh Final harus dibayarkan saat penghasilan diterima. Hal ini dikarenakan, untuk menyederhanakan proses dan mekanisme perpajakan serta mengurangi beban administrasi pajak, terutama bagi Wajib Pajak yang masih berkembang dan belum mampu menyelenggarakan pembukuan. Jenis Pajak ini akan dikenakan, apabila BUMNag memiliki unit yang berbentuk PT, CV, dan sebagainya.
Adapun tarif PPh Final untuk bisnis dengan omzet kurang dari Rp.4,8 Miliar, sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018 adalah sebesar 0,5%.
4. Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa, dalam setiap proses produksi maupun distribusi. PPN dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa, yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan yang telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pajak tersebut dibebankan kepada konsumen akhir. PKP hanya berkewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN. Dengan demikian, PPN bukan pajak yang dikenakan ke PKP. PKP hanya bertugas untuk memungut, menyetor dan melaporkan. Sedangkan yang berkewajiban membayar PPN adalah konsumen akhir.
Hal Lain Seputar Pajak BUMNag.
Penyertaan modal dari Nagari ke BUMNag, dikecualikan dari objek pajak. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Ayat (3) Huruf c UU PPh, yang menyatakan bahwa, harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau sebagai penyertaan modal, termasuk penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Sebagai mana yang dikutip dari klikpajak.id (AS)
Komentar