KABA : Tele-nya Nagari Kami (14)

Karya : Rafendi Sanjaya

Tinta Rakyat – “Ujang memang butuh sponsor atau donatur…”

“Untuk apa Jang?” tukas dan tanya Yuang Kubu.

“Untuk biaya operasional sebelum dan ikut Pilwana…”

“Apa-apa saya biayanya Jang?” tukas dan tanya Ajo Karanggo.

“Di antaranya untuk sosialisasi, promosi dan komunikasi!”

“Apa tidak ada biaya untuk serangan fajar?” tukas dan tanya Ajo Jadi seketika.

“Tidak!”

“Kok tidak?”

“Ujang Balon Wali Nagari milenial. Jadi…”

“Apa?”

“Pemilih memilih Ujang dengan tulus dan ikhlas alias gratis…”

“Di zaman sekarang mana ada yang gratis! Berak saja di WC umum membayar!” tukas Isman Chandra alias Is Tukak.

“Ya. Dan itu sudah Ujang jelaskan diawal sosialisasi…”

“Iya Jo Nek?” tukas dan tanya Jo Jadi lagi.

“Ya!”

“Kapan?”

“Beberapa hari lalu. Waktu itu Jo Jadi bukan tidur-tidur ayam tetapi benar-benar tertidur!”

“O, begitu. Lanjutkan Jang!”

“Karena dipilih dengan gratis, Ujang berhutang budi jadinya…”

“Lalu?” tukas sekaligus tanya Aciak Kijun.

“Utang budi melekat sampai mati. Sebelum mati Ujang akan…”

“Membalasnya! Ya?” tukas sekaligus tanya Yung Kubu.

“Ya.”

“Berupa apa?”

“Pemberian fasilitas dan perlakuan yang istimewa…”

“Itu sudah Ujang sampaikan pekan lalu. Yang jelasnya apa?”

“Pemberian dana bantuan…”

“Melalui gaji sebagai Wali Nagari?”

“Tidak…”

“Kalau tidak, melalui apa?”

“Melalui Dana Alokasi Umum Nagari atau DAUN, dan Dana Desa atau DD.”

“Dari mana kedua dana itu berasal?”

“DAUN dari pemerintah kabupaten…”

“DD?”

“Dari pemerintah pusat!”

“Untuk apa saja kedua dana itu?”

“Kalau DAUN, sekitar 65 persen untuk biaya operasional pemerintahan nagari…”

“Apa saja itu?”

“Antara lain untuk membayar gaji atau honor Wali Nagari beserta perangkat dan stafnya…”

“Apa? Perangkat dan staf Wali Nagari?”

“Ya.”

“Siapa saja mereka?”

“Kalau perangkat adalah perpanjangan tangan Wali Nagari di korong…”

“Maksud Ujang, Kepala Korong?”

“Ya.”

“Kalau staf Wali Nagari? Siapa saja?”

“Sekretaris Nagari, kepala urusan dan staf administrasinya, bendahara dan staf administrasinya, peramu saji, penjaga kantor dan lainnya.”

“Bagaimana dengan lembaga mitra Pemerintah Nagari?”

“Maksud Jo Kubu, Bamus, BMASN, LAN dan LPM?”

“Ya.”

“Biaya operasionalnya juga diambilkan dari DAUN!”

“Apakah pengurus lembaga mitra juga menerima gaji atau honor?”

“Tidak.”

“Jadi sukarela?”

“Tidak juga.”

“Bagaimana jelasnya?”

“Mereka menerima uang honorarium sidang.”

“Berapa rupiah sekali sidang?”

“Besarannya sesuai peraturan bupati.”

“Sidangnya berapa kali setahun?”

“Tergantung kebutuhan,”

“Kalau begitu bisa dirapel sekaligus uang honorarium sidang.”

“Kalau itu, Ujang kurang paham.”

“Baik. Kita kembali ke Laptop.”

“Baik.”

“Sisa anggaran yang sebanyak 35 persen lagi dipergunakan untuk pembiayaan apa?”

“Membiayai program pembangunan fisik untuk mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat!”

“Jadi, rakyat sasarannya?”

“Ya.”

“Rakyatnya seluruh warga Nagari?”

“Idealnya demikian.”

“Tidak idealnya apa?”

“Karena jumlah anggarannya terbatas, Ujang prioritaskan untuk masyarakat korong yang memilih Ujang. Rencana kegiatannya antara bantuan modal pengembangan usaha, bantuan biaya merehab surau, bantuan biaya pendidikan dan kesehatan, pembangunan jalan usaha tani, dan bantuan bibit unggul tanaman yang bernilai jual ekonomis.”

“Bagaimana dengan pemanfaatan DD?”

“Berbanding terbalik dengan DAUN. Kalau DAUN biaya operasionalnya 65 persen, DD 30 persen. Sisanya, 70% untuk pembangunan.”

Tak seorang pun yang bicara.

Beberapa jenak sunyi. (bersambung)

Komentar