Dr. Suheri Sahputra Rangkuti, M.Pd : Integrasi Islam dan Politik

Artikel, Nasional, Opini237 Dilihat

Tintarakyat.Com – Sejarah mencatat bahwa sejak Islam memiliki pengikut, agama ini telah mengalami pemerintahan yang berpengaruh. Bahkan Robert N. Bellah, seorang sosiolog dari California, menggambarkan pemerintahan Islam pada masa Umar sebagai pemerintahan yang sangat modern, menarik perhatian dengan karakteristiknya yang egaliter, partisipatif, dan terbuka. Kekaguman Bellah terhadap pemerintahan Islam didasarkan pada fakta bahwa Islam tidak menggabungkan agama dengan negara seperti yang terjadi dalam Imperium Romawi Suci yang memberi kekuasaan politik kepada tokoh agama.

Hal ini membuktikan bahwa Islam telah membawa konsep pemerintahan yang maju dan inklusif sejak zaman dulu hingga sekarang. Berbeda dengan Eropa di Zaman Pertengahan, di mana kekuasaan menganut teokrasi yang memberikan wewenang tertinggi kepada pemimpin agama.

Sejumlah sumber sejarah mencatat bahwa teokrasi Eropa menjadi titik pangkal kezaliman di tubuh kekuasaan. Akibatnya, ilmu pengetahuan mengalami pengekangan yang menghambat kemajuan masyarakat. Namun, situasi ini berangsur-angsur berubah dengan munculnya gerakan minor maupun mayor yang memperjuangkan pemisahan total antara agama dan politik, dan akhirnya melahirkan konsep sekularisme.

Kendati demikian, dari sejarah di atas, Islam dan negara tidak harus dipisahkan. Namun, hal ini tidak berarti bahwa keduanya identik. Dalam konteks ini, agama dan negara dalam Islam meskipun tidak terpisah, namun tetap dapat dibedakan. Islam sebagai agama memberikan landasan nilai dan etika bagi pemerintahan dan masyarakat, mengingatkan bahwa keadilan, kebijaksanaan, dan kesejahteraan bagi seluruh umat harus menjadi prioritas utama.

Meskipun Islam memberikan arahan dalam tata kelola negara, tetapi pemerintahan juga harus mencerminkan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan bagi semua warganya tanpa membedakan latar belakang agama atau etnis.
Pembedaan antara agama dan negara dalam Islam ini memungkinkan adanya kerangka hukum dan lembaga pemerintahan yang independen, serta menghormati hak asasi individu dalam beribadah dan menjalankan keyakinannya. Dengan pendekatan yang tepat, kesatuan antara agama dan negara dapat berjalan seiring dan menghasilkan sistem pemerintahan yang inklusif dan adil bagi seluruh masyarakat.
Pandangan ini didasarkan pada ajaran Islam yang mengandung garis tegas antara urusan dunia (umur ad-dunya) dan urusan agama (umur ad-din). Kedua aspek ini memiliki bidang tanggung jawab yang berbeda, namun dalam realitasnya, keduanya dapat saling mendukung.

Urusan dunia dianjurkan untuk tetap dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan kecerdasan, karena Islam mendorong umatnya untuk berusaha mencapai kesuksesan dan kemakmuran di dunia ini. Namun, tidak boleh lupa bahwa aspek spiritual dan keagamaan juga harus dijaga dengan sepenuh hati. Bagi umat Islam, urusan agama memiliki peran sentral dalam membimbing perilaku dan prinsip hidup.
Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa kualitas keberagamaan seseorang tidak seharusnya ditentukan oleh pilihan politiknya. Agama adalah masalah pribadi dan hubungan seseorang dengan Tuhan, yang melibatkan keyakinan, etika, dan amal perbuatan.

Pilihan politik adalah bagian dari hak demokratis setiap individu untuk menyuarakan preferensi dan nilai-nilai yang mereka yakini akan membawa perubahan positif dalam masyarakat.

Wajar saja jika menurut Ernest Gellner, Islam dianggap lebih dekat dengan kemoderenan. Hal ini karena nilai-nilainya mampu bertahan dengan mengatasi persoalan antara normativitas dan historisitas, serta menyediakan alternatif dalam berbagai persoalan dunia.

Dalam konteks ini, Islam memiliki kemampuan untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman, tanpa kehilangan esensi dan tujuan dari ajaran agamanya. Islam mengakui bahwa perubahan dan konteks historis dapat mempengaruhi tafsir politik dan implementasi nilai-nilai agama.

Selain itu, Islam juga menawarkan berbagai solusi terhadap persoalan dunia yang beragam, termasuk dalam bidang politik. Sehingga memungkinkan politik dalam bingkai keislaman ini untuk tetap relevan dalam kehidupan manusia.

(Penulis: Dr. Suheri Sahputra Rangkuti, M.Pd. Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan). (Hzn). 

Komentar