PAD Desa Palimanan Timur dan Cengkuang Diduga KKN? Pemkab Cirebon Berstatus Darurat PAD Desa, Inspektorat dan Dpmd di Sorot Tajam!!!

Tintarakyat.com, Kabupaten Cirebon – Menelisik dan mewaspadai indikasi yang patut diduga berpotensi adanya unsur kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan Pendapatan Asli Desa (PAD) yang lemah dari Sistem Meritokrasi di Kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan Inspektorat serta peran Badan Permusyawaratan desa (BPD) dalam pengawasan Pendapatan Asli Desa (PAD). Hal tersebut dilakukan agar regulasi yang ada berjalan sebagamina diatur Permendagri nomor 20 tahun 2018 agar benar-benar ekstra teliti dalam pengawasan PAD Desa yang kerap sekali keliru dalam pengelolaan regulasi administrasi PAD Desa yang berpotensi penyalahgunaan weweanang jabatan serta menimbukan indikasi yang patut diduga adanya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terselubung.

Pendapatan Asli Desa (PAD) yang terpasang di Balai Desa Palimanan Timur dan Desa Cengkuang Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebbon, mengundang pertanyaan besar karena tidak sebanding dengan potensi kekayaan desa yang dikelola. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan penyalahgunaan wewenang jabatan yang dapat mengindikasikan adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Tidak hanya itu, adanya indikasi yang berpotensi penyalaggunaan wewenang jabatan yang patut diduga adanya indikasi KKN PAD Desa di Desa Palimanan Timur dan Desa Cengkuang, mulai di sorot tajam.

Saar dikonfirmasi (12/06/23), Adi selaku Sekertaris Desa Cengkuan, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon mengatakan, “waduh kita tidak punya PAD, kita hanya punya bengkok 16 hektar yang ke peruntukannya untuk Kuwu Sekdes dan 11 perang desa dan itu di luar kewenangan pemda, sebab PAD Desa adalah aturan rumah tangga sendiri”, terangnya Adi.

Ditempat terpisah (13/06/23), terkait PAD Desa H. Atik Sekertaris Desa palimanan Timur, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon menjelaskan bahwa ia sebenernya mengacu aturan dan sebelum merancang kita konsultasi dulu dan itu termasuk kewenangan desa.

“terkait PAD, sebenarnya yang bertanggung jawab sih,,, pak kuwu, kita tidak bisa sepenuhnya memberikan keterangan. Terkait bengkok, untuk sampai saat ini kita mengacu yang lama, dalam hal ini masi sesuai data lama, sekitar 29 hektar bengkok dan untuk titisara mungkin kurang lebihnya sampai 12 hektar dan ada kios2 laninya. Untuk hasil sewa bengkok di berikan kepada kuwu dan perangkat desa sebagi tunjangan insentif tambahan”, Paparnya.

Saat disambangi, Kuwu Amin selaku kepala desa Palimanan Timur mengatakan, “kita tidak ada PAD, kita tidak punya pasar, silahkan ke pak tulis (sekretaris desa) saja”, jawab iritnya kepada media.

Disis lain, Adit Kabid DPMD menjelaskan terkait aturan Permendagri nomor 20 tahun 2018 teribit di 5 tahun lalu dan kami sudah menysosialisasikan aturan tersebut sejak terbitnya aturan itu, meski demikian ia menyampaikan yang saat itu Perbub yang belum diterbitkan bukan menjadi persoalan untuk menempuh regulasi yang ada.

“Jadi gini, terkait PAD tetap mengacu kepada permendagri nomor 20 tahun 2018 tetap berlaku walaupun Perbup baru keluar sekarang dan Permendagri tersbut sudah 5 tahun berlaku dan itu kami tetap saja kita sosialisasikan Permendagri nya sejak 5 tahun lalu terbitnya Permendagri tersebut”, tuturnya.

Saat di temui “red” Nana Kepala Dinas (Kadis) DPMD mengatakan “ kebetulan disini ada pak Kabid-nya yang membidangi, silahkan tanyakan ke pak Adit sebagi Kabid-nya, saya sambal kerja ya mas” terangnya Nana sembari menandatangai beberpaa pekerjaan.

Terkait regulasi PAD yang disoal, Adit menerangkan bahwa tidak kurangnya dari kami (DPMD) memberikan himbaun adanya surat edaran sejak PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA di keluarkan.
Pihaknya selalu mengingatkat terkait regulasi yang baru tersebut, bahkan didalam Perbup dan PERMENDAGRI tersebut berlaku dalam pengelolaan PAD.

“Kami (DPMD), tentunya memberikan himbauan sebagamaina aturan Pemerintah terbaru yang saat itu Permendagri tersebut keluar di tahun 2018, bahkan kami burapaya dalam bentuk sosialisasi kepada Desa-desa bahwa semua PAD harus Masuk Rekning Desa”, tuturnya Adit “red”.

Adit didampingi Nana Kadis DPMD, “Desa mana saja Mas, biar kami catat (sikapi) dan menidaklanjuti dari persoalan yang ada Mas”, tanya Adit yang di dampingi Nana Kadis DPMD “red”.

Disela-sela kesibukannya, Nana Kadis DPMD menambahkan, ”terimakasih mas atas masukannya, saya setuju dan kita akan mengambil tindakan , kita harus saling dukung membuat Cirebon lebih maju, itu semua buat kebaikan Bersama”, terang Nana “red”.

Pemerintah Desa maupun Pemkab Cirebon semakin kerisis system “Meritokrasi” dalam pengawasan, kendati demikian, dikarenakan minimnya insting kejelian/ketelitian/kepatuhan/ketegasan tingkat pengawasan Pendapatan Asli Desa (PAD) sangat disayangkan, hal demikian bisa dilihat dari tingkat pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan Inspektorat sangat jauh dari sitem “Meritokrasis dan Integritsas” sehingga menjadi celah bagi Oknum Kades yang malakukan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

Oknum Kades akan melancarkan praktik-praktik “Korupsi” yang mengacu pada tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dimiliki oleh seseorang dalam rangka memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah. Hal ini melibatkan penyuapan, pemerasan, atau penggelapan dana atau anggaran serta meerkayasa administrasi dalam pemberkasan.

Selain itu, Oknum Kades juga tidak luput melancarkan aksinya melalui “Kolusi” persekongkolan atau kesepakatan yang dilakukan antara individu atau kelompok dengan pihak lain untuk mencapai keuntungan pribadi atau kepentingan bersama secara melanggar hukum atau etika. Contohnya, kolusi terjadi ketika pihak yang seharusnya saling mengawasi atau berada dalam hubungan yang independen malah bekerja sama untuk mencapai keuntungan pribadi atau kepentingan kelompok.

Tidak cukup sampai disitu, upaya “Nepotisme” Oknum Kades yang bermanuver akan memuluskan hambatannya dengan cara memberikan preferensi atau perlakuan khusus kepada anggota keluarga atau kerabat dekat dalam perekrutan, penempatan jabatan, atau pemberian kontrak kerja. Nepotisme tersebut mengabaikan “Meritokrasi” dan prinsip keadilan dalam pengambilan keputusan terkait penempatan dan promosi di lingkungan kerja.

Meski begitu, tiga kontruksi tersebut yang meng-indikasikan kejahatan KKN yang tidak luput dari mental Oknum Kades yang Hipokrit dengan cara memasang baliho Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang seolah-olah mengatasnamakan keterbukan informasi public demi mengelabui masyarakat yang tidak banyak mengetahui regulasi (PAD) sebagaimana PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.

Kendati demikian, peran masyarakat harus benar-benar aktif untuk mengawasi pengelolaan (PAD), dengan langkah-langkah pengawasan seluruh aset desa, melalui pengawasan regulasi hasil sewa tanah bengkok, sewa tanah titisara dan pendapatan lain-lain yang tidak terpisahkan dalam regulasi sebagaimana PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA bahwa segala bentuk pendapatan asli desa (PAD) harus masuk ke rekening desa agar terintegrasi dengan nilai pajaknya.

Komen (0)
Tambah Komen