Tintarakyat.com, Kabupaten Cirebon – Skandal PAD Desa yang mengguncang Desa Kepongpongan dan Desa Kecomberan yang termasuk wilayah Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon semakin terendus dan terkuak dari tabir yang menyelimuti pantauan kontrol sosial. Dalam informasi terupdate, terungkap bahwa oknum aparatur Pemerintah Desa Kepongpongan dan Desa Kecomberan patut diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang jabatan dan indikasi yang patut diduga adanya unsur penggelapan Pendapatan Asli Desa (PAD) yang bersumber dari hasil sewa tanah/sawah bengkok menjadi cikal-bakal dampak konsekuensi hukum yang serius di kemudian hari.
Menelisik serta mewaspadai praktik pengelolaan PAD di Desa Kepongpongan dan Desa Kecomberan yang termasuk wilayah Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat yang keliru dan berpotensi adanya indikasi yang patut diduga adanya unsur tindak pidana yang sangat serius tersebut dapat dijerat dengan hukuman cukup berat sesuai dengan perUndang-undangan dan pasal-pasal yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui konfirmasi beberapa awak media, patut diduga oknum aparatur desa terindikasi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan PAD desa dari hasil sewa tanah/sawah bengkok yang di kelola tidak sesuai regulasi yang ada.
Mewaspadai modus operandi yang sering digunakan oknum Pemerintah Desa adalah tunjangan insentif tambahan yang bersumber dari hasil sewa tanah/sawah bengkok seolah-olah mutlak 100% untuk aparatur desa, hal tersebut sangatlah keliru apabila dalam pengelolaannya tidak melaporkan pendapatan secara benar dan mengabaikan regulasi yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 dan Peraturan Bupati Cirebon Nomor 182 Tahun 2022 Pasal 10, 11, 12, 13, 16, 48, 59, 67, 84 sangatlah lemah dari pengawasan yang tidak maksimal menerapkan system Meritokrasi sehingga berpotensi merugikan masyarakat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Saat di temui Senin, 03 juli 2023 Wawan Kuwu Kepongpongan mengatakan terkait PAD, “Untuk PAD kita ada titisara, dan Untuk Bengkok di peruntukan tunjangan insentif tambahan Kuwu dan Perangkat Desa”, tuturnya.”red”
Di Tempat terpisah, Mastur Kuwu Kecomberan memaparkan terkait PAD, “Untuk PAD di desa kita sekitar 70jt dari titisara, dan untuk bengkok kurang lebih 25 hektar langsung di peruntukan tunjangan insentif perangkat desa, silahkan tanyakan ke perangkatnya”, paparnya.”red”
Saat di temui “red” Nana Kepala Dinas (Kadis) DPMD mengatakan “kebetulan disini ada pak Kabid-nya yang membidangi, silahkan tanyakan ke pak Adit sebagi Kabid-nya, saya sambil kerja ya mas” terangnya Nana sembari menandatangani beberapa pekerjaan.
Disisi lain, Adit Kabid DPMD menjelaskan terkait aturan Permendagri nomor 20 tahun 2018 terbit di 5 tahun lalu dan kami sudah mensosialisasikan aturan tersebut sejak terbitnya aturan itu, meski demikian ia menyampaikan yang saat itu Perbub yang belum diterbitkan bukan menjadi persoalan untuk menempuh regulasi yang ada.
“Jadi gini, terkait PAD tetap mengacu kepada permendagri nomor 20 tahun 2018 tetap berlaku walaupun Perbup baru keluar sekarang dan Permendagri tersbut sudah 5 tahun berlaku dan itu kami tetap saja kita sosialisasikan Permendagri nya sejak 5 tahun lalu terbitnya Permendagri tersebut”, tuturnya Adit. (”red”).
Terkait regulasi PAD yang disoal, Adit menerangkan bahwa tidak kurangnya dari kami (DPMD) memberikan himbauan adanya surat edaran sejak PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA di terbitkan.
Pihaknya selalu mengingatkan terkait regulasi yang baru tersebut, bahkan di dalam PERBUP yang mengacu PERMENDAGRI tersebut berlaku dalam pengelolaan PAD.
“Kami (DPMD), tentunya memberikan himbauan sebagaimana aturan Pemerintah terbaru yang saat itu Permendagri tersebut keluar di tahun 2018, bahkan kami berupaya dalam bentuk sosialisasi kepada Desa-desa bahwa semua PAD harus Masuk Rekening Desa”, tuturnya Adit “red”.
Adit didampingi Nana Kadis DPMD, “Desa mana saja Mas, biar kami catat (sikapi) dan menidaklanjuti dari persoalan yang ada Mas”, tanya Adit yang di dampingi Nana Kadis DPMD “red”.
Disela-sela kesibukannya, Nana Kadis DPMD menambahkan, ”terimakasih mas atas masukannya, saya setuju dan kita akan mengambil tindakan, kita harus saling dukung membuat Cirebon lebih maju, itu semua buat kebaikan bersama”, terang Nana “red”.
Meski begitu, hal yang disampaikan Kuwu Kepongpongan dan Kuwu Kecomberan patut diduga tidaklah sejalan alias keliru dari regulasi sebagaimana Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 20 Tahun 2018 dan Peraturan Bupati Cirebon Nomor 182 Tahun 2022 pasal 13 dan 16. Adapun keterangan tersebut merujuk:
Pasal 13
(1) Kelompok Pendapatan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a, terdiri atas jenis:
a. hasil usaha;
b. hasil aset;
c. swadaya, partisipasi dan gotong royong; dan
d. pendapatan asli Desa lain.
(2) Hasil usaha Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain Bagi Hasil BUMDesa. (3) Hasil aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain :
tanah kas Desa, tambatan perahu, pasar Desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi, kios milik Desa dan hasil aset lainnya sesuai dengan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.
(4) Hasil aset yang berasal dari tanah kas Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a. titisara;
b. bengkok;
c. pangonan;
d. tanah kas Desa yang digunakan oleh pemerintah daerah; dan
e. pendapatan sewa tanah kas Desa lainnya.
(5) Swadaya, partisipasi dan gotong royong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah penerimaan yang berasal dari sumbangan masyarakat Desa berupa uang.
(6) Swadaya, partisipasi dan gotong royong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam bentuk barang dan/atau jasa tidak diterima melalui rekening kas Desa, dicatat terpisah dan dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban realisasi APBDesa.
(7) Pendapatan asli Desa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, antara lain hasil pungutan Desa.
(8) Pungutan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Belanja Desa
Pasal 16
(1) Belanja Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
huruf b, yaitu semua pengeluaran yang merupakan kewajiban
Desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh Desa.
(2) Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipergunakan untuk mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa.
(3) Belanja Desa yang ditetapkan dalam APBDesa digunakan
dengan ketentuan:
a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah
anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
pemberdayaan masyarakat Desa; dan penanggulangan
bencana, keadaan darurat dan mendesak Desa.
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah
anggaran belanja Desa digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kuwu dan perangkat
Desa; dan
2. tunjangan dan operasional badan permusyawaratan
Desa.
Tidak cukup sampai disitu, Kondisi tersebut mendapat perhatian khusus dari Ketua Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Kabupaten Cirebon, Marhendi, SH., MH., juga turut memberikan tanggapannya terkait skandal ini. Ia menyoroti adanya indikasi yang patut diduga adanya unsur penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan hasil sewa tanah/sawah bengkok di wilayah Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon semakin santer di sorot dari beberapa awak media.
Marhendi, SH., MH., Ketua PPHI Kabupaten Cirebon, dengan tegas mengungkapkan keprihatinannya terhadap skandal PAD Desa yang tengah terjadi di wilayah Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Ia meminta instansi terkait, seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Inspektorat, untuk segera melakukan tindakan dalam memperbaiki regulasi dan pengawasan terhadap pengelolaan PAD di Desa dengan ketat dan cermat serta teliti.
Selain itu, Marhendi, SH., MH., Ketua PPHI Kabupaten Cirebon, juga menegaskan pentingnya peran kontrol sosial dari media cetak atau online dengan mematuhi etika jurnalistik dan mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam pemberitaan yang informatif demi mencerdaskan masyarakat serta mengaktifkan peran serta masyarakat dalam pencegahan tindak pidana korupsi demi terbentuknya sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dalam pengetahuan tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) demi kemajuan Bangsa Indonesia bisa di mulai dari tingkat Desa.
Ketua Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Kabupaten Cirebon, Marhendi, SH., MH., menyatakan keprihatinannya terhadap skandal yang melanda selama ini dan menyerukan tindakan yang sangat tegas kepada Aparat Penegak Hukum dan Dinas terkait lainya. Marhendi, SH., MH., menekankan apabila terbukti adanya oknum yang terlibat dalam korupsi, penyalahgunaan wewenang, penggelapan, dan pencucian uang yang bersumber dari PAD Desa harus ditindaklanjuti secara profesional dan presisi serta sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku agar dapat dipertangungjawabkan dan mendapat efek jera bagi oknum yang patut diduga terlibat skandal Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam pengelolaan PAD Desa.
Skandal ini telah di sorot tajam terkait Regulasi pengelolaan PAD di Pemerintah Desa Kepongpongan dan Desa Kecomberan yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan bagi masyarakat setempat maupun Negara. Disamping itu, kondisi tersebut menjadi cikal-bakal Masyarakat dan beberapa elemen menuntut adanya transparasi pengelolaan PAD Desa dalam penegakan hukum yang tegas untuk mengungkap dan menghukum Oknum yang terlibat.
Dinamika skandal tersebut terus diikuti perkembangannya oleh beberapa elemen masyarakat di kabupaten Cirebon termasuk Marhendi, SH., MH., selaku Ketua Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Kabupaten Cirebon, hal tersebut sebagai langkah awal atau tindakan untuk mengungkap kebenaran serta memastikan keadilan bagi masyarakat Indonesia yang dirugikan. Diharapkan agar persoalan ini menjadi momentum untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pengelolaan keuangan di tingkat desa serta menjadi pembenahan sistem Meritokrasi dalam Kepemerintahan Kabupaten Cirebon, khusus nya Bupati Cirebon dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan Inspektorat serta Aparat Penegak Hukum untuk memberikan efek jera bagi siapa pun yang berani melakukan praktik korupsi dan penyalahgunaan jabatan dalam mengelola PAD Desa.
Komentar