Emeraldy Chatra
_Mengapa paham komunis bisa hidup terus?_
Dari perspektif ilmu komunikasi hal itu karena mereka punya konsep-konsep yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. Konsep-konsep itu adalah pesan yang disampaikan terus, tanpa putus, melalui berbagai media. Diantaranya istilah proletar, borjuis/borju, rakyat, kapitalis, kabir (kapitalis-birokrat), tujuh setan desa, tanah, kadrun, dll.
Sulit menghilangkan pewarisan konsep-konsep itu dari kepala kaum komunis atau mereka yang belum mendapatkan ‘warisan’ dari perspektif lain seperti dari agama atau pemikiran-pemikiran anti-komunis. Mereka yang lugu, tak punya wawasan, sangat gampang menerima ‘warisan’ seperti itu.
Orang-orang komunis sejak dulu telah melakukan materialisasi konsep. Konsep proletar itu, misalnya, awalnya cuma sebuah gagasan, sebuah ide. Konsep itu kemudian di-fisik-an atau dimaterialisasi dengan membentuk kelompok buruh atau petani miskin yang mereka namakan kaum proletar.
Konsep borjuis mengalami materialisasi dengan sendirinya, dengan tampilnya orang-orang kaya di jalan raya dengan mobil mewah mereka, rumah-rumah mewah dll. Semakin menyolok perbedaan kaya miskin di suatu negeri, semakin mudah menyemai konsep-konsep yang telah dimaterialisasi itu ke kepala orang yang berpotensi jadi komunis.
Materialisasi itu perluasan atau praxis dari konsep Marx tentang materi yang mengatakan ‘yang ada hanya materi’. Kalau bukan materi, tidak ada. Tuhan bukan materi, karena itu tidak ada. Borjuis itu ada, proletar itu juga ada karena materinya ada.
Di sisi lain umat Islam menerima banyak warisan yang sulit dimaterialisasi. Bagaimana mematerialisasi surga, neraka, dosa, pahala, iman, azab kubur, riba, haram, dsb.? Surga dan neraka jelas tidak mungkin dibuatkan wujud fisiknya di dunia. Padahal konsep-konsep itulah yang menyebabkan orang mau beragama atau tidak.
Sekarang yang baru dapat dimaterialisasi hanya beberapa konsep saja, seperti haji (tampak dari kupiah mereka), halal (karena ada sertifikat halal), ibadah (karena ada praktek terus-menerus atau adanya bangunan masjid), sedekah (karena ada kotak infak/sedekah dimana-mana), ulama, kitab suci atau kafir (karena ada non-muslim), dll.
Tapi umumnya yang dapat dimaterialisasi itu tidak bertendensi idologis, kebanyakan lebih dekat kepada gaya hidup. Celakanya, gaya hidup itu mudah dimaterialisasi oleh kaum komunis untuk kepentingannya dengan memberi cap negatif seperti ‘gaya borju’, ‘gaya setan desa’, ‘radikal’, ‘kadrun’, ‘taliban’, dsb.
Sebenarnya umat Islam dapat melakukan materialisasi secara visual dengan membuat film-film tentang sorga dan neraka, azab kubur, alam barzakh, dll. Namun materialisasi seperti ini tidak banyak bahkan sangat sedikit dilakukan.
Tanpa materialisasi sangat mudah mengintervensi sebuah konsep. Itulah sebabnya tidak terlalu sulit bagi komunis-komunis yang punya keahlian dalam menyebarkan pahamnya untuk menarik umat Islam keluar dari keyakinannya.
Mereka cukup bertanya, dimana surga dan neraka itu, dan seterusnya, sampai keyakinan orang mengalami goncangan. D.N. Aidit mungkin salah seorang yang pernah dibuat goncang dan benar-benar jadi komunis karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
Anak-anak muda yang terlahir dari keluarga muslim, tapi tidak mendapat pelajaran agama yang cukup, iman tidak mantap, sangat berpotensi menjadi korban upaya materialisasi konsep kaum komunis. Mereka akan gagal menjelaskan wujud nyata dari berbagai konsep Islam, kemudian jadi ragu. Bagi kaum komunis keraguan itu kondisi siap panen. Tinggal selangkah lagi, maka jadilah anak-anak muda itu pengikut mereka.
Komentar