Tiga Organisasi Islam Terbesar di Indonesia, PBNU, Muhammadiyah, dan PERTI Bersatu untuk Membahas Sengketa Agraria di Pulau Rempang, Kepulauan Riau

Jakarta, Tintarakyat.com

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) bersatu dalam menyuarakan permasalahan sengketa agraria di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Pernyataan ini dikeluarkan pada hari Senin, 19 September 2023, oleh organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Sengketa di Pulau Rempang-Galang terkait dengan penggunaan lahan untuk proyek pembangunan yang semakin memburuk karena komunikasi yang kurang baik dan pendekatan yang terlalu memaksa. PBNU meminta pemerintah untuk menghindari tindakan paksa baik secara psikis maupun fisik dan lebih memprioritaskan musyawarah, sesuai dengan arahan dari Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf, yang diwakili oleh KH. Ulil Abshar Abdalla.

PBNU juga membahas pengambilan tanah rakyat oleh negara, menyatakan bahwa pengambilan lahan secara paksa adalah haram jika lahan tersebut telah dikelola oleh rakyat melalui proses iqtha (retribusi lahan) atau ihya’ (pengelolaan lahan). Mereka mendorong pemerintah untuk memperbaiki komunikasi dan mencari solusi yang mengakomodasi hak-hak kelompok lemah (mustadh’afin) serta memberikan afirmasi dan fasilitas.

PBNU selalu mendukung perjuangan rakyat dalam mendapatkan keadilan dengan mengikuti aturan hukum dan konstitusi. Mereka juga mengimbau masyarakat Pulau Rempang-Galang untuk tetap tenang dan menjaga sikap positif terhadap pemerintah dan aparat keamanan.

Masalah di Pulau Rempang harus diselesaikan dengan pikiran tenang dan orientasi pada kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau korporasi. Solusi harus ditemukan melalui musyawarah yang menguntungkan semua pihak, dan semua pihak diharapkan untuk menjaga ketenangan agar situasi tidak semakin tegang, terutama menjelang pemilu 2024.

PBNU dan Muhammadiyah juga menyerukan kepada politikus dan wakil rakyat untuk bertindak dan meminta klarifikasi kepada pihak berwenang, termasuk Kapolri dan Kementerian terkait, agar rakyat tidak menjadi korban atau dipolarisasi dengan aparat keamanan seperti TNI dan Polri.

Pemerintah diharapkan menggunakan pendekatan yang bijaksana dan manusiawi melalui dialog dan musyawarah dengan masyarakat setempat, daripada mengintimidasi atau menggunakan tindakan persuasif yang melibatkan kekerasan fisik atau mental. Ini adalah pandangan yang ditegaskan oleh Muhammad Syarfi’ Hutauruk, Ketua Umum Pengurus Pusat PP PERTI, yang juga mantan Wali Kota Sibolga selama dua periode.

PP PERTI menekankan pentingnya memperhatikan dampak lingkungan, sosial, dan budaya dalam setiap aktivitas investasi atau pembangunan, dengan tujuan utama membawa kesejahteraan dan kemajuan bagi masyarakat setempat, terutama penduduk asli di 16 desa yang telah berada di sana sejak tahun 1834.

Penulis : RAF

GalangKepulauan RiauMuhammadiyahPBNUPERTIRempang
Komen (0)
Tambah Komen