Mahasiswa IMM Bengkulu Gelar Demo Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024

BENGKULU – Kelompok aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bengkulu menggelar demonstrasi di simpang 5 Ratu Samban dan depan Kantor Gubernur Bengkulu, Senin (7/3/22).

Koordinator aksi Elekusman mengatakan puluhan mahasiswa melaksanakan aksinya dengan penyampaian orasi terkait permasalahan-permasalahan negara yang selalu timbul akibat statement dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap Rakyat.

Dalam demo tersebut, massa menyuarakan poin penolakan atas wacana penundaan Pemilu 2022 yang saat ini santer disuarakan oleh tokoh politik nasional.

“Tidak ada wacana penundaan pemilu 2024. Itu melanggar konstitusi dan jelas harus ditolak,” katanya.

Jika ditunda, lanjut Elekusman berarti tidak ada transisi kepemimpinan yang akhirnya bermuara pada perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.

“Jangan sampai kepercayaan rakyat melalui pemilu, baik untuk eksekutif ataupun legislatif dikhianati,” katanya.

Apabila kewenangan tersebut tidak dilaksanakan sesuai ketentuan UUD 1945 dan aturan lain, mandat itu gugur dan kembali ke rakyat. Maka rakyatlah yang akan menentukan arahnya.

IMM turut mengecam segala bentuk perampasan tanah yang terjadi di Bengkulu dari sebanyak 207 konflik Agraria dengan melibatkan korban warga sipil sebanyak 198.895 kepala keluarga (KK).

Meminjam data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), lanjut Elekusman, terjadi kenaikan konflik agraria yang sangat signifikan di sektor pembangunan infrastruktur sebesar 73 % dan sektor pertambangan sebesar 167%.

“Kenaikan signifikan situasi konflik agraria juga terjadi dari sisi korban terdampak dibandingkan tahun 2020 yaitu sebesar 135.337 KK menjadi 198.859 di tahun 2021,” kata dia.

Situasi ini menandakan bahwa konflik agraria semakin menyasar area-area masyarakat. Lanjutnya ada beberapa kabupaten yang saat ini sedang terjadi konflik agraria yang belum juga ditemukan jalan keluarnya dan lagi-lagi tindakan pembubaran paksa dan tekanan di alami oleh masyarakat yang malakukan penolakan terjadi.

Elekusman juga menekan keras represifitas oknum aparat di Desa Wadas Purworejo Jawa Tengah dan peristiwa penembakan di Sulawesi Tengah.

Dua peristiwa tersebut yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian menurutnya merupakan hal yang memilukan. Bagaimana tidak, negara yang sudah keluar dari belenggu otoritarianisme era orde baru kini seolah kembali pada memori kelam masa itu.

“Transisi demokrasi 98 seakan tidak membuahkan hasil dalam merubah wajah politik negeri ini. Sangat disayangkan dan menyayat hati para pejuang demokrasi, negara sekali lagi menambah daftar panjang tindakan represif terhadap rakyatnya,” katanya.

Ia juga meminta Kapolda Bengkulu menginstruksikan anggota kepolisian yang ada di Bengkulu untuk melakukan pendekatan dan penanganan secara humanis saat berhadapan dengan masyarakat yang menyampaikan aspirasi dimuka umum.

“Segala bentuk represif aparat kepolisian dalam memberangus gerakan rakyat harus dihentikan,” katanya.

Selain itu, mahasiswa meminta agar pemerintah merevisi kebijakan penggunaan BPJS sebagai syarat izin berbagai pengurusan administrasi dan jual beli.

“Terakhir kami mendesak KPK, Kepolisian dan Kejaksaan menyelesikan kasus yang terjadi di Provinsi Bengkulu tanpa tebang pilih,” pungkasnya.

Komen (0)
Tambah Komen